Monday, January 05, 2004

Bekerja Bukan Sekedar untuk Mencari Kesibukan

Tak perlu berpura-pura sibuk.
Orang dinilai dari karya yang dituntaskan dan bagaimana ia mengerjakannya.
Bukan dari seberapa lama ia duduk di balik meja kerja, atau seberapa banyak pertemuan yang diikutinya, atau seberapa padat jadwal waktunya.
Sungguh jauh berbeda pengertian sibuk dengan bekerja.
Pekerjaan terkadang menuntut anda untuk sibuk. Namun, sibuk tidak selalu berarti bekerja.
Berperilaku sibuk lebih mudah dilakukan ketimbang bekerja.
Apakah anda sibuk agar tampak bekerja?

Bekerjalah bukan untuk mencari kesibukan, namun untuk menciptakan sebuah karya.
Ayam betina mengerami telur-telurnya dengan sikap tenang dan waspada.
Karena itulah yang terbaik bagi telur-telurnya agar menetas dengan selamat.
Ada orang yang mengerjakan banyak hal tanpa harus menjadi sibuk; apalagi berpura-pura sibuk.
Mereka memiliki ketenangan dalam dirinya serta memberikan kepercayaan penuh waspada pada orang lain.
Berjalan terburu-buru atau bersikap tergopoh-gopoh seolah tak punya waktu, mungkin mencerminkan kesibukan, namun juga sebuah ketegangan.
Lihatlah, ketenangan pun memberikan hasil yang tak kalah sempurna.


Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)

Thursday, December 11, 2003

Biarkan aku
terpaku sejenak
merajut kembali untaian asa
yang pernah kita jalin bersama

...
...
...
...

sayang....
aku terlalu silau dengan pesonamu

Thursday, November 06, 2003



Aku ingin melayang
Selepas mata memandang
Menyongsong mentari
Menyambut pagi

Biar kubawa segumpal kenangan
Hanya tentang kamu sayang
Hanya kamu
Cuma kamu

Senyum kamu sayang
Membalut kelamku
Belaianmu sayang
Membentang asaku

Biar kubasuh cinta kita
Dibawah pancaran surya

Aku sayang kamu

Monday, October 27, 2003



Selalu Ada Saatnya

ke arah manapun kaki melangkah
selalu ada tempat tetirah

di arah manapun yang paling sesat
selalu ada tempat istirahat

di kemarau paling kacau, masih ada dangau.
di padang pasir ada oase penuh air.
di rumah joglo ada senthong yang disengaja kosong.
di udara ada ruang hampa.
di mana-mana ada saatnya, juga sekarang ini.
saat bersimpati pada diri,
sebelum peluh menjadi jenuh,
sebelum jelaga mengotori telaga.
sebelum rasa syukur berubah menjadi takabur.
di sini kita bersama,
diruang itu kita bersapa, kita bertapa.
bersamaan angin berhenti bergerak, walau sejenak.
selalu ada saat,
selalu ada tempat: ke arah manapun...

Arswendo Atmowiloto

Monday, October 06, 2003

Sore itu aku menikmati hujan
.....
Sambil berbaring terlentang di tempat tidur tua itu, aku menatap curahan air yang turun cukup deras. Menggoyang mesra dedaunan, mengetuk ritmis atap seng bengkel di sebelah rumah.
Sesekali cipratan air hujan masuk menyapa kamar tidur lewat jendela yang dibiarkan terbuka.
Sejuk......
Damai.....
Kubiarkan perasaan dan pikiranku melayang, dan rasa itu muncul lagi, sejuk yang aku rasakan sampai ke lubuk hati yang paling dalam....
Hujan, jangan pergi.....
Temani aku sore ini
Merasakan rasa itu kembali
...............
"Janji ya......kita temenan terus...."
"Yaa.....trus kalo kaya kemaren lagi gimana?"
"Kemaren sih beda, lagian kamu kasar gitu sih, saya kan lagi nggak mau maen....."
"Gitu ya?"
"Iya...."
"Ok deh"
Kami berdua masih tingkat sekolah dasar, kelas empat. Pikiran kami masih murni, pikiran polos anak-anak. Kami bermain, belajar, dan pergi ke sekolah bersama-sama. Memang rumah kami tidak terlalu dekat, tapi kami merasakan kedekatan kami pada hati kami masing-masing.
Dia seperti teman-teman di kelasku waktu itu, pintar dan agak nakal seperti anak laki-laki lainnya. Hanya mungkin dia sering terlihat sering pucat. Biasanya, ibunya yang memang menunggui dia langsung membawa pulang ke rumah untuk istirahat jika dia sudah terduduk kelelahan dengan muka pucat.
"Roi, Indra harus pulang duluan sama Tante ya?"
"Tapi Indra nggak apa-apa kan Tante?"
"Nggak kok, besok juga bisa maen lagi sama kamu kok, Kamu juga kalo mau mampir aja ke rumah"
"Iya Tante"
Dan tidak pernah sekalipun aku mampir ke rumahnya, karena menganggap besok Indra bisa main lagi di sekolah.
Mungkin aku terlalu polos untuk melihat semburat khawatir di wajah ibunya, atau sorot mata ketakutan yang membias lewat pandangan ibu muda itu.
Menjelang kelas lima, Indra sudah tidak bisa masuk sekolah. Kami mendengar dari wali kelas kami bahwa Indra sakit.
"Ah pasti besok Indra juga masuk kok."
Entah mungkin waktu yang berjalan terlalu cepat, atau mungkin aku yang terlalu asyik dengan kegiatan bermainku selama ini. Waktu itu kami sudah menginjak kelas enam, dan ketidak-hadiran Indra sudah dianggap menjadi biasa. Bagi aku maupun teman-teman di kelas.
Hingga suatu pagi.....
"Anak-anak, salah seorang teman kalian yang sudah lama sakit, Indra, meninggal tadi malam......."
Kami semua terdiam.
Aku terpekur.....mencoba mengingat-ingat kembali masa-masa yang telah kami lewati bersama, dan mencoba mengingat-ingat......mengapa selama ini aku tidak pernah menyempatkan diri untuk menjenguknya.
"Indra selama setahun ini sakit Leukeumia, orang tuanya sudah minta ijin kepada sekolah untuk memberikan ijin sakit kepada Indra...."
Leukeumia......
Indra.......
Siang itu aku bersama beberapa orang teman menjenguk Indra. Ada keraguan ketika memasuki rumah Indra. Pintu gerbang depan yang berwarna coklat sudah terbuka lebar, kursi-kursi sudah dijajarkan rapi untuk pelayat.
Aku duduk.....sambil mengharapkan bahwa ini semua hanya khayalan semata.
Bahwa besok Indra masih bisa bermain
Bahwa besok Indra sembuh dan masuk sekolah
Bahwa besok Indra sudah bisa bercanda lagi
Bahwa besok Indra......
"Roi....ayo masuk."
"Ngapain?"
"Masuk aja.....kamu dipanggil sama Pak Guru tuh."
Ruang tamu itu terasa luas, mungkin karena semua meja dan kursi sudah dipindahkan keluar, hanya tergelar karpet disana.
Dan di ruang keluarga.....jasad Indra sudah terbujur kaku, dibungkus kain kafan, rapih diselimuti sehelain kain batik.
"Roi.....kamu duduk disini ya....di samping ibunya Indra."
Aku bersimpuh di sisi jasad Indra.....
Indra....kok bisa begini?
Kapan kita bisa main lagi?
Tapi kamu nggak apa-apa kan?
Wajah kamu kok tenang banget sih?
Tiba-tiba ibunya Indra memeluk badanku dari samping sambil menangis tersedu-sedu...mencoba memeras sisa air mata.
"Ma'afin Indra ya Roi"
"......."
Aku terdiam....dan tangisan itu semakin keras....aku terdiam dalam kesedihanku....aku heran kenapa aku tidak bisa menangis....padahal aku ingin berteriak melepaskan beban yang ada.
"Roi....udah aja deh....ibunya Indra histeris lagi....kamu kedepan lagi aja."
Guruku berkata seraya mencoba melepaskan pelukan ibunya Indra.
Kembali ke halaman.....
Aku langsung pulang.....
Menyusuri jalan yang biasa.....
Hujan turun tiba-tiba.....
Menyembunyikan tetesan air mata yang sedari tadi tertahan.
Indra.....
Wajah kamu tenang banget tadi.....
Mudah-mudahan kamu bahagia di sana ya.....
Ma'afin saya ya...nggak pernah nengok kamu...
Aku ingin merasakan ketenangan yang dirasakan Indra....
kedamaian yang menjulang menembus awan
ditemani dengan tetesan air hujan
Suatu saat nanti
........
Sore itu aku kembali menikmati hujan


Monday, September 29, 2003

Seperti biasa, malam itu aku menyusuri trotoar yang lengang. Jalan raya masih cukup ramai meskipun jam pulang kantor sudah lewat sekitar tiga jam lalu. Sesekali sorot lampu mobil atau bus yang lalu lalang menyilaukan pandanganku dalam menembus kegelapan malam...
......
"...jadi tetep nggak bisa dibenerin cepet ya komputernya?," tanyaku.
"...yap, virusnya udah nyerang sistim operasi di hardisk komputer kamu, masih untung data-data yang kamu simpen bisa diselametin," jawabnya.
"sabtu nanti kamu sibuk nggak?" tanyaku
Dia terpana sejenak, mungkin karena memang ditanya tiba-tiba seperti itu. Berbeda sama sekali dengan pokok pembicaraan kami selama seperempat jam terakhir.
"...mmm kenapa?"
"yaa...kalo kamu nggak keberatan...mau nggak nonton? atau sekedar makan malem?"
"....nanti saya kabarin deh...."
"ok"
....
Itu kejadian sekitar dua jam lalu. Pembicaraan yang lumayan aneh, mengingat kami berdua hanya sesekali bertemu, kalau tidak bisa dibilang berpapasan.
Namanya pun sampai sekarang aku tidak tahu...yang aku tahu hanya ada rasa damai ketika tiap kali pandangan kami beradu pandang. Dan aku selalu merindukan rasa damai itu, bahkan ketika aku sedang disibukan oleh tumpukan berkas laporan yang harus diselesaikan.
Kadang-kadang rasa rindu damai itu datang menyergapku tanpa ampun, bagaikan seekor raja hutan yang memburu mangsanya. Aku hanya bisa menghela nafas panjang, mencoba menghilangkan himpitan beban rindu itu....
Aku sendiri ragu, apakah dia punya perasaan yang sama seperti yang aku alami. Kami berdua memang belum secara formal memperkenalkan diri masing-masing.
Lalu mengapa aku dengan beraninya mengajak dia keluar sabtu malam nanti? Entahlah...mungkin aku sendiri sudah merasa bosan dilanda kerinduan yang mampir di setiap malam...mungkin sorot matanya yang menimbulkan keberanianku untuk mengajaknya nonton...atau apalah...aku bisa menyebutkan seribu satu alasan untuk menjawab pertanyaan itu...atau mungkin jawaban yang dibutuhkan justru hanya satu: aku cinta padanya pada saat pandangan pertama....
"Jadi seperti ini rasanya jatuh cinta ya,"....tanyaku pada diri sendiri...."sulit untuk didefinisikan ternyata, berbagai perasaan campur aduk dengan takarannya masing-masing. Senang, sedih, rindu....mmmm....apalagi ya?"...pikirku lagi.
...
tiba-tiba ponselku berdering, membuyarkan lamunanku....
"haallloooo," jawabku
"roi?" seorang wanita bertanya disana, suara yang ku kenal...siapa ya?
"yap."
"udah nonton film-nya Collin Farrel yang baru blon?"
.......
rasa rindu damai itu kembali menerkamku, namun kali ini penuh kehangatan yang menyejukan.

Friday, September 26, 2003

KuE PeRkaWiNaN..Bagi yang sudah menikah, kue perkawinan ini diperlukan
untuk mengingatkan & direnungkan.
Bagi yang belum menikah kue ini untuk bahan masukan,
supaya jangan salah adonan.
Silahkan mencoba !!!
" KUE PERKAWINAN "
Bahan :
1 pria sehat,
1 wanita sehat,
100% Komitmen,
2 pasang restu orang tua,
1 botol kasih sayang murni.
Bumbu:
1 balok besar humor,
25 gr rekreasi,
1 bungkus doa,
2 sendok teh telpon-telponan,
5 kali ibadah/hari
Se muanya diaduk hingga merata dan mengembang).
Tips:
- Pilih pria dan wanita yang benar-benar matang dan
seimbang.
- Jangan yang satu terlalu tua dan yang lainnya
terlalu muda karena dapat mempengaruhi kelezatan
(sebaiknya dibeli di toserba bernama TEMPAT IBADAH,
walaupun agak jual mahal tapi mutunya terjamin.)
- Jangan beli di pasar yang bernama DISKOTIK atau
PARTY karena walaupun modelnya bagus dan harum baunya
tapi kadang menipu konsumen atau kadang menggunakan
zat pewarna yang bisa merusak kesehatan.
- Gunakan Kasih sayang cap "DAKWAH" yang telah
mendapatkan penghargaan ISO dari Departemen Kesehatan
dan Kerohanian.
Cara Memasak:
- Pria dan Wanita dicuci bersih, buang semua masa
lalunya sehingga tersisa niat yang murni.
- Siapkan loyang yang telah diolesi dengan komitmen
dan restu orang tua secara merata.
- Masukkan niat yang murni kedalam loyang dan
panggang dengan api merata sekitar 30 menit didepan
penghulu.
- Biarkan di dalam loyang tadi dan sirami dengan
bumbunya.
- Kue siap dinikmati.
Catatan:
Kue ini dapat dinikmati oleh pembuatnya seumur hidup
dan paling enak dinikmati dalam keadaan hangat. Tapi
kalau sudah agak dingin, tambahkan lagi humor segar
secukupnya, rekreasi sesuai selera, serta beberapa
potong doa kemudian dihangatkan lagi di oven ber merek
"Tempat Ibadah".
Setelah mulai hangat, jangan lupa telepon-teleponan
bila berjauhan.
Selamat mencoba, dijamin semuanya halal koq!.
Cheers.....
Wassalam,

Sunday, September 07, 2003


I don't know why your're so far away
But I know that this much is true
We'll make it through
And I hope you are the one I share my life with
And I wish that you could be the one I die with
And I'm praying you're the one I build my home with
I hope I love you all my life

unknown

Monday, September 01, 2003


So you think that it's over
That your love has finally reached the end
Any time you call night or day
I'll be right there for you
When you need a friend
It's gonna take a little time
Time is sure to mend your broken heart
Don't you even worry pretty darling
Cuz I know that you'll find love again
Love is all around you
Love is knockin outside your door
Waiting for you
Is this love made just for two
Keeping on you'll find love again I know
It's all around!
Love will find a way
Darling love is gonna find a way
Find it's way back to you
Love will find a way
So look around open your eyes
Love is gonna find a way
Love is gonna, love is gonna find a way
Love will find a way
Love is gonna find a way back to you
I know

by: Tesla

Thursday, July 31, 2003

Sewaktu masih kecil, aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya. Ia selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan mengepelnya setiap pagi dan sore.
Setiap hari, aku 'dipaksa' membantunya memasak di pagi buta sebelum ayah dan adik-adikku bangun.Bahkan sepulang sekolah, ia tak mengizinkanku bermain sebelum semua pekerjaan rumah dibereskan.
Sehabis makan, aku pun harus mencucinya sendiri juga piring bekas masak dan makan yang lain. Tidak jarang aku merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya hingga setiap kali mengerjakannya aku selalu bersungut-sungut.
Kini, setelah dewasa aku mengerti kenapa dulu ia melakukan itu semua. Karena aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku, ibu dari anak-anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa kecilku dulu.
Terima kasih ibu, karena engkau aku menjadi istri yang baik dari suamiku dan ibu yang dibanggakan oleh anak-anakku.
Saat pertama kali aku masuk sekolah di Taman Kanak-Kanak, ia yang mengantarku hingga masuk ke dalam kelas. Dengan sabar pula ia menunggu. Sesekali kulihat dari jendela kelas, ia masih duduk di seberang sana.
Aku tak peduli dengan setumpuk pekerjaannya di rumah, dengan rasa kantuk yang menderanya, atau terik, atau hujan. Juga rasa jenuh dan bosannya menunggu. Yang penting aku senang ia menungguiku sampai bel berbunyi.
Kini, setelah aku besar, aku malah sering meninggalkannya, bermain bersama teman-teman, bepergian. Tak pernah aku menungguinya ketika ia sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya melemah. Saat aku menjadi orang dewasa, aku meninggalkannya karena tuntutan rumah tangga.
Di usiaku yang menanjak remaja, aku sering merasa malu berjalan bersamanya. Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno jelas tak serasi dengan penampilanku yang trendi. Bahkan seringkali aku sengaja mendahuluinya berjalan satu-dua meter didepannya agar orang tak menyangka aku sedang bersamanya.
Padahal menurut cerita orang, sejak aku kecil ibu memang tak pernah memikirkan penampilannya, ia tak pernah membeli pakaian baru, apalagi perhiasan. Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus agar aku terlihat cantik, ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku dari sisa uang belanja bulanannya.
Padahal juga aku tahu, ia yang dengan penuh kesabaran, kelembutan dan kasih sayang mengajariku berjalan. Ia mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, membasuh luka di kaki dan mendekapku erat-erat saat aku menangis.
Selepas SMA, ketika aku mulai memasuki dunia baruku di perguruan tinggi. Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya. Aku yang pintar, cerdas dan berwawasan seringkali menganggap ibu sebagai orang bodoh, tak berwawasan hingga tak mengerti apa-apa.
Hingga kemudian komunikasi yang berlangsung antara aku dengannya hanya sebatas permintaan uang kuliah dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya.
Usai wisuda sarjana, baru aku mengerti, ibu yang kuanggap bodoh, tak berwawasan dan tak mengerti apa-apa itu telah melahirkan anak cerdas yang mampu meraih gelar sarjananya.
Meski Ibu bukan orang berpendidikan, tapi do'a di setiap sujudnya, pengorbanan dan cintanya jauh melebihi apa yang sudah kuraih. Tanpamu Ibu, aku tak akan pernah menjadi aku yang sekarang.
Pada hari pernikahanku, ia menggandengku menuju pelaminan. Ia tunjukkan bagaimana meneguhkan hati, memantapkan langkah menuju dunia baru itu. Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih indah dari keindahan senyum suamiku. Usai akad nikah, ia langsung menciumku saat aku bersimpuh dikakinya.
Saat itulah aku menyadari, ia juga yang pertama kali memberikan kecupan hangatnya ketika aku terlahir ke dunia ini.
Kini setelah aku sibuk dengan urusan rumah tanggaku, aku tak pernah lagi menjenguknya atau menanyai kabarnya. Aku sangat ingin menjadi istri yang shaleh dan taat kepada suamiku hingga tak jarang aku membunuh kerinduanku pada Ibu.
Sungguh, kini setelah aku mempunyai anak, aku baru tahu bahwa segala kiriman uangku setiap bulannya tak lebih berarti dibanding kehadiranku untukmu. Aku akan datang dan menciummu Ibu, meski tak sehangat cinta dan kasihmu kepadaku.