Monday, October 27, 2003



Selalu Ada Saatnya

ke arah manapun kaki melangkah
selalu ada tempat tetirah

di arah manapun yang paling sesat
selalu ada tempat istirahat

di kemarau paling kacau, masih ada dangau.
di padang pasir ada oase penuh air.
di rumah joglo ada senthong yang disengaja kosong.
di udara ada ruang hampa.
di mana-mana ada saatnya, juga sekarang ini.
saat bersimpati pada diri,
sebelum peluh menjadi jenuh,
sebelum jelaga mengotori telaga.
sebelum rasa syukur berubah menjadi takabur.
di sini kita bersama,
diruang itu kita bersapa, kita bertapa.
bersamaan angin berhenti bergerak, walau sejenak.
selalu ada saat,
selalu ada tempat: ke arah manapun...

Arswendo Atmowiloto

Monday, October 06, 2003

Sore itu aku menikmati hujan
.....
Sambil berbaring terlentang di tempat tidur tua itu, aku menatap curahan air yang turun cukup deras. Menggoyang mesra dedaunan, mengetuk ritmis atap seng bengkel di sebelah rumah.
Sesekali cipratan air hujan masuk menyapa kamar tidur lewat jendela yang dibiarkan terbuka.
Sejuk......
Damai.....
Kubiarkan perasaan dan pikiranku melayang, dan rasa itu muncul lagi, sejuk yang aku rasakan sampai ke lubuk hati yang paling dalam....
Hujan, jangan pergi.....
Temani aku sore ini
Merasakan rasa itu kembali
...............
"Janji ya......kita temenan terus...."
"Yaa.....trus kalo kaya kemaren lagi gimana?"
"Kemaren sih beda, lagian kamu kasar gitu sih, saya kan lagi nggak mau maen....."
"Gitu ya?"
"Iya...."
"Ok deh"
Kami berdua masih tingkat sekolah dasar, kelas empat. Pikiran kami masih murni, pikiran polos anak-anak. Kami bermain, belajar, dan pergi ke sekolah bersama-sama. Memang rumah kami tidak terlalu dekat, tapi kami merasakan kedekatan kami pada hati kami masing-masing.
Dia seperti teman-teman di kelasku waktu itu, pintar dan agak nakal seperti anak laki-laki lainnya. Hanya mungkin dia sering terlihat sering pucat. Biasanya, ibunya yang memang menunggui dia langsung membawa pulang ke rumah untuk istirahat jika dia sudah terduduk kelelahan dengan muka pucat.
"Roi, Indra harus pulang duluan sama Tante ya?"
"Tapi Indra nggak apa-apa kan Tante?"
"Nggak kok, besok juga bisa maen lagi sama kamu kok, Kamu juga kalo mau mampir aja ke rumah"
"Iya Tante"
Dan tidak pernah sekalipun aku mampir ke rumahnya, karena menganggap besok Indra bisa main lagi di sekolah.
Mungkin aku terlalu polos untuk melihat semburat khawatir di wajah ibunya, atau sorot mata ketakutan yang membias lewat pandangan ibu muda itu.
Menjelang kelas lima, Indra sudah tidak bisa masuk sekolah. Kami mendengar dari wali kelas kami bahwa Indra sakit.
"Ah pasti besok Indra juga masuk kok."
Entah mungkin waktu yang berjalan terlalu cepat, atau mungkin aku yang terlalu asyik dengan kegiatan bermainku selama ini. Waktu itu kami sudah menginjak kelas enam, dan ketidak-hadiran Indra sudah dianggap menjadi biasa. Bagi aku maupun teman-teman di kelas.
Hingga suatu pagi.....
"Anak-anak, salah seorang teman kalian yang sudah lama sakit, Indra, meninggal tadi malam......."
Kami semua terdiam.
Aku terpekur.....mencoba mengingat-ingat kembali masa-masa yang telah kami lewati bersama, dan mencoba mengingat-ingat......mengapa selama ini aku tidak pernah menyempatkan diri untuk menjenguknya.
"Indra selama setahun ini sakit Leukeumia, orang tuanya sudah minta ijin kepada sekolah untuk memberikan ijin sakit kepada Indra...."
Leukeumia......
Indra.......
Siang itu aku bersama beberapa orang teman menjenguk Indra. Ada keraguan ketika memasuki rumah Indra. Pintu gerbang depan yang berwarna coklat sudah terbuka lebar, kursi-kursi sudah dijajarkan rapi untuk pelayat.
Aku duduk.....sambil mengharapkan bahwa ini semua hanya khayalan semata.
Bahwa besok Indra masih bisa bermain
Bahwa besok Indra sembuh dan masuk sekolah
Bahwa besok Indra sudah bisa bercanda lagi
Bahwa besok Indra......
"Roi....ayo masuk."
"Ngapain?"
"Masuk aja.....kamu dipanggil sama Pak Guru tuh."
Ruang tamu itu terasa luas, mungkin karena semua meja dan kursi sudah dipindahkan keluar, hanya tergelar karpet disana.
Dan di ruang keluarga.....jasad Indra sudah terbujur kaku, dibungkus kain kafan, rapih diselimuti sehelain kain batik.
"Roi.....kamu duduk disini ya....di samping ibunya Indra."
Aku bersimpuh di sisi jasad Indra.....
Indra....kok bisa begini?
Kapan kita bisa main lagi?
Tapi kamu nggak apa-apa kan?
Wajah kamu kok tenang banget sih?
Tiba-tiba ibunya Indra memeluk badanku dari samping sambil menangis tersedu-sedu...mencoba memeras sisa air mata.
"Ma'afin Indra ya Roi"
"......."
Aku terdiam....dan tangisan itu semakin keras....aku terdiam dalam kesedihanku....aku heran kenapa aku tidak bisa menangis....padahal aku ingin berteriak melepaskan beban yang ada.
"Roi....udah aja deh....ibunya Indra histeris lagi....kamu kedepan lagi aja."
Guruku berkata seraya mencoba melepaskan pelukan ibunya Indra.
Kembali ke halaman.....
Aku langsung pulang.....
Menyusuri jalan yang biasa.....
Hujan turun tiba-tiba.....
Menyembunyikan tetesan air mata yang sedari tadi tertahan.
Indra.....
Wajah kamu tenang banget tadi.....
Mudah-mudahan kamu bahagia di sana ya.....
Ma'afin saya ya...nggak pernah nengok kamu...
Aku ingin merasakan ketenangan yang dirasakan Indra....
kedamaian yang menjulang menembus awan
ditemani dengan tetesan air hujan
Suatu saat nanti
........
Sore itu aku kembali menikmati hujan